MAKALAH TENTANG QURBAN
MAKALAH TENTANG KURBAN, Biasanya tugas seperti ini diberikan menjelang atau sesudah hari raya Idhul adha, Hahaaa.. sotoy. tapi mau sebelum atau sesudah itu bukan urusan saya, iya kan ?? :-)
Tapi walaupun tugas kalian bukan urusan saya, saya peduli (hehee.. ) makanya saya coba bagikan koleksi MAKALAH TENTANG KURBAN ini dengan harapan bisa meringankan beban fikiran kalian yang sedang dilandan kegalauan karna belum mengerjakan tugas yang di berikan disekolah.
Saya tau apa yang kalian rasakan disaat seperti ini, (udah kaya peramal aja) untuk silahkan baca dulu makalah yang saya punya ini, kalau memang udah Coooocccokkxx.. bisa di unduh versi doc nya di akhir postingan.
Cara Merubah Windows XP SP2 Menjadi SP3 Tanpa Instal Ulang
Tapi walaupun tugas kalian bukan urusan saya, saya peduli (hehee.. ) makanya saya coba bagikan koleksi MAKALAH TENTANG KURBAN ini dengan harapan bisa meringankan beban fikiran kalian yang sedang dilandan kegalauan karna belum mengerjakan tugas yang di berikan disekolah.
Saya tau apa yang kalian rasakan disaat seperti ini, (udah kaya peramal aja) untuk silahkan baca dulu makalah yang saya punya ini, kalau memang udah Coooocccokkxx.. bisa di unduh versi doc nya di akhir postingan.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ibadah
berqurban adalah antara amalan mulia dan penting dalam Islam karena amat besar
fadhilatnya, tetapi sayangnya masih banyak orang yang samar-samar atau kabur
kefahaman menerka mengenainya, sehingga ada yang memandang ringan walaupun
mempunyai kemampuan tetapi tidak mahu melakukan penyembelihan qorban dan aqiqah
ini.
Begitulah
masalah berqurban yang akan coba kita jelaskan. Semoga dengan penjelasan yang
serba sedikit ini dapat membantu kefahaman kita semua tentang ibadah Qurban
serta keinginan untuk sama-sama mencari pahala kedua ibadah ini akan meningkat.
Dan semoga memberi kefahaman yang jelas hingga kita dapat menghayatinya dengan
penuh keimanan kerana menjunjung perintah Allah s.w.t. dan mendapat fadhilat
daripada amalan yang akan kita lakukan ini.
B.
Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian kurban?
2. Apakah hukum kurban?
3. Apakah keutamaan kurban?
4. Kapan Waktu dan Tempat kurban ?
5. Seperti apa Jenis Hewan Kurban ?
6. Bagaimana Teknik Penyembelihan Hewan Kurban ?
C.
Tujuan
1. Mengetahui pengertian kurban.
2. Mengetahui hukum kurban.
3. Mengetahui keutamaan kurban.
4. Mengetahui Kapan waktu dan tempat kurban.
5. Mengetahui Jenis kurban.
6. Mengetahui Bagaimana Teknik Penyembelihan Hewan
Kurban.
D.
Kegunaan
Penelitian
1. Bagi Penulis
Bagi
penulis, seluruh rangkaian kegiatan dan hasil penelitian diharapkan dapat lebih
memantapkan penguasaan keilmuan yang dipelajari selama mengikuti pembelajaran
di sekolah.
2. Bagi Sekolah
Bagi Sekolah, hasil penelitian diharapkan dapat
menjadi dokumen sekolah yang berguna untuk dijadikan acuan bagi siswa lainya.
E.
Metode dan
Teknik Kegiatan
Informasi
yang disajikan dalam pembuatan makalah ini, merupakan hasil dari proses
pencarian data yang dilakukan baik selama riset lapangan maupun diluar dari
kegiatan itu. Kecuali informasi yang bersifat sebagai opini, yang bersumber
dari ilmuu yang di dapat selama proses pembelajaran di sekolah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Qurban
Kata
kurban atau korban, berasal dari bahasa Arab qurban, diambil dari kata : qaruba
(fi’il madhi) – yaqrabu (fi’il mudhari’) – qurban wa qurbaanan
(mashdar).Artinya, mendekati atau menghampiri (Matdawam, 1984).
Menurut
istilah, qurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri
kepada Allah baik berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya (Ibrahim Anis
et.al, 1972).
Dalam
bahasa Arab, hewan kurban disebut juga dengan istilah udh-hiyah atau
adh-dhahiyah , dengan bentuk jamaknya al adhaahi. Kata ini diambil dari kata
dhuha, yaitu waktu matahari mulai tegak yang disyariatkan untuk melakukan
penyembelihan kurban, yakni kira-kira pukul 07.00 – 10.00 (Ash Shan’ani, Subulus
Salam IV/89).
Udh-hiyah
adalah hewan kurban (unta, sapi, dan kambing) yang disembelih pada hari raya
Qurban dan hari-hari tasyriq sebagai taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah
(Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah XIII/155; Al Jabari, 1994).
B.
Dasar Hukum
Qurban
Qurban
hukumnya sunnah, tidak wajib. Imam Malik, Asy Syafi’i, Abu Yusuf, Ishak bin
Rahawaih, Ibnul Mundzir, Ibnu Hazm dan lainnya berkata, “Qurban itu hukumnya
sunnah bagi orang yang mampu (kaya), bukan wajib, baik orang itu berada di
kampung halamannya (muqim), dalam perjalanan (musafir), maupun dalam
mengerjakan haji.” (Matdawam, 1984)
Sebagian
mujtahidin –seperti Abu Hanifah, Al Laits, Al Auza’i, dan sebagian pengikut
Imam Malik— mengatakan qurban hukumnya wajib. Tapi pendapat ini dhaif (lemah)
(Matdawam, 1984).
Ukuran
“mampu” berqurban, hakikatnya sama dengan ukuran kemampuan shadaqah, yaitu
mempunyai kelebihan harta (uang) setelah terpenuhinya kebutuhan pokok ( al
hajat al asasiyah) –yaitu sandang, pangan, dan papan– dan kebutuhan penyempurna
(al hajat al kamaliyah) yang lazim bagi seseorang. Jika seseorang masih
membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut, maka dia terbebas
dari menjalankan sunnah qurban (Al Jabari, 1994)
Dasar
kesunnahan qurban antara lain, firman Allah SWT :
“Maka
dirikan (kerjakan) shalat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah. ” (TQS Al Kautsar :
2)
“Aku
diperintahkan (diwajibkan) untuk menyembelih qurban, sedang qurban itu bagi
kamu adalah sunnah.” (HR. At Tirmidzi)
“Telah
diwajibkan atasku (Nabi SAW) qurban dan ia tidak wajib atas kalian.” (HR. Ad
Daruquthni)
Dua
hadits di atas merupakan qarinah (indikasi/petunjuk) bahwa qurban adalah
sunnah. Firman Allah SWT yang berbunyi “wanhar” (dan berqurbanlah kamu) dalam
surat Al Kautas ayat 2 adalah tuntutan untuk melakukan qurban (thalabul fi’li).
Sedang hadits At Tirmidzi, “umirtu bi an nahri wa huwa sunnatun lakum ” (aku
diperintahkan untuk menyembelih qurban, sedang qurban itu bagi kamu adalah
sunnah), juga hadits Ad Daruquthni ” kutiba ‘alayya an nahru wa laysa
biwaajibin ‘alaykum” (telah diwajibkan atasku qurban dan ia tidak wajib atas
kalian); merupakan qarinah bahwa thalabul fi’li yang ada tidak bersifat jazim
(keharusan), tetapi bersifat ghairu jazim (bukan keharusan). Jadi, qurban itu
sunnah, tidak wajib. Namun benar, qurban adalah wajib atas Nabi SAW, dan itu
adalah salah satu khususiyat beliau (lihat Rifa’i et.al., Terjemah Khulashah
Kifayatul Akhyar, hal. 422).
Orang
yang mampu berqurban tapi tidak berqurban, hukumnya makruh. Sabda Nabi SAW :
“Barangsiapa
yang mempunyai kemampuan tetapi ia tidak berqurban, maka janganlah sekali-kali
ia menghampiri tempat shalat kami.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Al Hakim, dari
Abu Hurairah RA. Menurut Imam Al Hakim, hadits ini shahih. Lihat Subulus Salam
IV/91)
Perkataan
Nabi “fa laa yaqrabanna musholaanaa” (janganlah sekali-kali ia menghampiri
tempat shalat kami) adalah suatu celaan (dzamm), yaitu tidak layaknya seseorang
–yang tak berqurban padahal mampu– untuk mendekati tempat sholat Idul Adh-ha.
Namun ini bukan celaan yang sangat/berat (dzamm syanii’ ) seperti halnya
predikat fahisyah (keji), atau min ‘amalisy syaithan (termasuk perbuatan
syetan), atau miitatan jaahiliyatan (mati jahiliyah) dan sebagainya. Lagi pula
meninggalkan sholat Idul Adh-ha tidaklah berdosa, sebab hukumnya sunnah, tidak
wajib. Maka, celaan tersebut mengandung hukum makruh, bukan haram (lihat ‘Atha`
ibn Khalil, Taysir Al Wushul Ila Al Ushul, hal. 24; Al Jabari, 1994).
Namun
hukum qurban dapat menjadi wajib, jika menjadi nadzar seseorang, sebab memenuhi
nadzar adalah wajib sesuai hadits Nabi SAW :
“Barangsiapa
yang bernadzar untuk ketaatan (bukan maksiat) kepada Allah, maka hendaklah ia
melaksanakannya. ” (lihat Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah XIII/157).
Qurban
juga menjadi wajib, jika seseorang (ketika membeli kambing, misalnya)
berkata,”Ini milik Allah, ” atau “Ini binatang qurban.” (Sayyid Sabiq, 1987; Al
Jabari, 1994).
C.
Keutamaan Qurban
Berqurban
merupakan amal yang paling dicintai Allah SWT pada saat Idul Adh-ha. Sabda Nabi
SAW :
“Tidak ada suatu
amal anak Adam pada hari raya Qurban yang lebih dicintai Allah selain
menyembelih qurban.” (HR. At Tirmidzi) (Abdurrahman, 1990)
Berdasarkan
hadits itu Imam Ahmad bin Hambal, Abuz Zanad, dan Ibnu Taimiyah
berpendapat,”Menyembelih hewan pada hari raya Qurban, aqiqah (setelah mendapat
anak), dan hadyu (ketika haji), lebih utama daripada shadaqah yang nilainya
sama.” (Al Jabari, 1994).
Tetesan
darah hewan qurban akan memintakan ampun bagi setiap dosa orang yang berqurban.
Sabda Nabi SAW :
“Hai
Fathimah, bangunlah dan saksikanlah qurbanmu. Karena setiap tetes darahnya akan
memohon ampunan dari setiap dosa yang telah kaulakukan.. .” (lihat Sayyid
Sabiq, Fikih Sunnah XIII/165)
D.
Waktu dan Tempat
Qurban
1. Waktu
Qurban dilaksanakan setelah sholat Idul Adh-ha
tanggal 10 Zulhijjah, hingga akhir hari Tasyriq (sebelum maghrib), yaitu
tanggal 13 Zulhijjah. Qurban tidak sah bila disembelih sebelum sholat Idul
Adh-ha. Sabda Nabi SAW :
“Barangsiapa menyembelih qurban sebelum sholat Idul
Adh-ha (10 Zulhijjah) maka sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya sendiri.
Dan barangsiapa menyembelih qurban sesudah sholat Idul Adh-ha dan dua
khutbahnya, maka sesungguhnya ia telah menyempurnakan ibadahnya (berqurban) dan
telah sesuai dengan sunnah (ketentuan) Islam.” (HR. Bukhari)
Sabda Nabi SAW :
“Semua hari tasyriq (tanggal 11, 12, dan 13
Zulhijjah) adalah waktu untuk menyembelih qurban.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban)
Menyembelih qurban sebaiknya pada siang hari, bukan
malam hari pada tanggal-tanggal yang telah ditentukan itu. Menyembelih pada
malam hari hukumnya sah, tetapi makruh. Demikianlah pendapat para imam seperti
Imam Abu Hanifah, Asy Syafi’i, Ahmad, Abu Tsaur, dan jumhur ulama (Matdawam,
1984)
Perlu
dipahami, bahwa penentuan tanggal 10 Zulhijjah adalah berdasarkan ru`yat yang
dilakukan oleh Amir (penguasa) Makkah, sesuai hadits Nabi SAW dari sahabat
Husain bin Harits Al Jadali RA (HR. Abu Dawud, Sunan Abu Dawud hadits no.1991).
Jadi, penetapan 10 Zulhijjah tidak menurut hisab yang bersifat lokal (Indonesia
saja misalnya), tetapi mengikuti ketentuan dari Makkah. Patokannya, adalah
waktu para jamaah haji melakukan wukuf di Padang Arafah (9 Zulhijjah), maka
keesokan harinya berarti 10 Zulhijjah bagi kaum muslimin di seluruh dunia.
2. Tempat
Diutamakan,
tempat penyembelihan qurban adalah di dekat tempat sholat Idul Adh-ha dimana
kita sholat (misalnya lapangan atau masjid), sebab Rasulullah SAW berbuat
demikian (HR. Bukhari). Tetapi itu tidak wajib, karena Rasulullah juga
mengizinkan penyembelihan di rumah sendiri (HR. Muslim). Sahabat Abdullah bin
Umar RA menyembelih qurban di manhar, yaitu pejagalan atau rumah pemotongan
hewan (Abdurrahman, 1990).
E.
Hewan Qurban
1. Jenis Hewan
Hewan yang boleh dijadikan qurban adalah : unta,
sapi, dan kambing (atau domba). Selain tiga hewan tersebut, misalnya ayam,
itik, dan ikan, tidak boleh dijadikan qurban (Sayyid Sabiq, 1987; Al Jabari,
1994). Allah SWT berfirman :
“…supaya mereka menyebut nama Allah terhadap hewan
ternak (bahimatul an’am) yang telah direzekikan Allah kepada mereka.” (TQS Al
Hajj : 34)
Dalam bahasa Arab, kata bahimatul an’aam (binatang
ternak) hanya mencakup unta, sapi, dan kambing, bukan yang lain (Al Jabari,
1994).
Prof. Mahmud Yunus dalam kitabnya Al Fiqh Al Wadhih
III/3 membolehkan berkurban dengan kerbau ( jamus), sebab disamakan dengan
sapi.
2. Jenis Kelamin
Dalam berqurban boleh menyembelih hewan jantan atau
betina, tidak ada perbedaan, sesuai hadits-hadits Nabi SAW yang bersifat umum
mencakup kebolehan berqurban dengan jenis jantan dan betina, dan tidak melarang
salah satu jenis kelamin (Sayyid Sabiq, 1987; Abdurrahman, 1990)
3. Umur
Sesuai hadits-hadits Nabi SAW, dianggap mencukupi,
berqurban dengan kambing/domba berumur satu tahun masuk tahun kedua, sapi (atau
kerbau) berumur dua tahun masuk tahun ketiga, dan unta berumur lima tahun
(Sayyid Sabiq, 1987; Mahmud Yunus, 1936).
4. Kondisi
Hewan yang dikurbankan haruslah mulus, sehat, dan
bagus. Tidak boleh ada cacat atau cedera pada tubuhnya. Sudah dimaklumi, qurban
adalah taqarrub kepada Allah. Maka usahakan hewannya berkualitas prima dan top,
bukan kualitas sembarangan (Rifa’i et.al , 1978)
Berdasarkan hadits-hadits Nabi SAW, tidak dibenarkan
berkurban dengan hewan :
1)
yang nyata-nyata
buta sebelah,
2)
yang nyata-nyata
menderita penyakit (dalam keadaan sakit),
3)
yang nyata-nyata
pincang jalannya,
4)
yang nyata-nyata
lemah kakinya serta kurus,
5)
yang tidak ada
sebagian tanduknya,
6)
yang tidak ada
sebagian kupingnya,
7)
yang terpotong
hidungnya,
8)
yang pendek
ekornya (karena terpotong/putus) ,
9)
yang rabun
matanya. (Abdurrahman, 1990; Al Jabari, 1994; Sayyid Sabiq. 1987).
Hewan yang dikebiri boleh dijadikan qurban. Sebab
Rasulullah pernah berkurban dengan dua ekor kibasy yang gemuk, bertanduk, dan
telah dikebiri ( al maujuu’ain) (HR. Ahmad dan Tirmidzi) (Abdurrahman, 1990)
“Dianjurkan bagi setiap keluarga menyembelih
qurban.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, An Nasa`i, dan Ibnu Majah)
F.
Teknis
Penyembelihan
Teknis
penyembelihan adalah sebagai berikut :
1) Hewan yang akan dikurbankan dibaringkan ke sebelah
rusuknya yang kiri dengan posisi mukanya menghadap ke arah kiblat, diiringi
dengan membaca doa ” Robbanaa taqabbal minnaa innaka antas samii’ul ‘aliim.”
(Artinya : Ya Tuhan kami, terimalah kiranya qurban kami ini, sesungguhnya
Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.)
2) Penyembelih meletakkan kakinya yang sebelah di atas
leher hewan, agar hewan itu tidak menggerak-gerakkan kepalanya atau meronta.
3) Penyembelih melakukan penyembelihan, sambil membaca
: “Bismillaahi Allaahu akbar.” (Artinya : Dengan nama Allah, Allah Maha Besar).
(Dapat pula ditambah bacaan shalawat atas Nabi SAW. Para penonton pun dapat
turut memeriahkan dengan gema takbir “Allahu akbar!”)
4) Kemudian penyembelih membaca doa kabul (doa supaya
qurban diterima Allah) yaitu : “Allahumma minka wa ilayka. Allahumma taqabbal
min ….” (sebut nama orang yang berkurban). (Artinya : Ya Allah, ini adalah
dari-Mu dan akan kembali kepada-Mu. Ya Allah, terimalah dari….) (Ad Dimasyqi,
1993; Matdawam, 1984; Rifa’i et.al., 1978; Rasjid, 1990)
Penyembelihan, yang afdhol dilakukan oleh yang
berqurban itu sendiri, sekali pun dia seorang perempuan. Namun boleh diwakilkan
kepada orang lain, dan sunnah yang berqurban menyaksikan penyembelihan itu
(Matdawam, 1984; Al Jabari, 1994).
Dalam penyembelihan, wajib terdapat 4 (empat) rukun
penyembelihan, yaitu :
1) Adz Dzaabih (penyembelih) , yaitu setiap muslim,
meskipun anak-anak, tapi harus yang mumayyiz (sekitar 7 tahun). Boleh memakan
sembelihan Ahli Kitab (Yahudi dan Nashrani), menurut mazhab Syafi’i. Menurut
mazhab Hanafi, makruh, dan menurut mazhab Maliki, tidak sempurna, tapi
dagingnya halal. Jadi, sebaiknya penyembelihnya muslim. (Al Jabari, 1994).
2) Adz Dzabiih, yaitu hewan yang disembelih.Telah
diterangkan sebelumnya.
3) Al Aalah, yaitu setiap alat yang dengan ketajamannya
dapat digunakan menyembelih hewan, seperti pisau besi, tembaga, dan lainnya.
Tidak boleh menyembelih dengan gigi, kuku, dan tulang hewan (HR. Bukhari dan
Muslim).
4) Adz Dzabh, yaitu penyembelihannya itu sendiri.
Penyembelihan wajib memutuskan hulqum (saluran nafas) dan mari` (saluran
makanan). (Mahmud Yunus, 1936)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kami ingin menutup risalah sederhana ini, dengan
sebuah amanah penting : hendaklah orang yang berqurban melaksanakan qurban
karena Allah semata. Jadi niatnya haruslah ikhlas lillahi ta’ala, yang lahir
dari ketaqwaan yang mendalam dalam dada kita. Bukan berqurban karena riya` agar
dipuji-puji sebagai orang kaya, orang dermawan, atau politisi yang peduli
rakyat, dan sebagainya. Sesungguhnya yang sampai kepada Allah SWT adalah taqwa
kita, bukan daging dan darah qurban kita. Allah SWT berfirman :
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali
tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketaqwaan daripada kamulah yang
mencapainya. ” (TQS Al Hajj : 37)
B. Saran
ü Orang yang berkurban harus mampu menyediakan hewan
sembelihan dengancara halal tanpa berutang.
ü Kurban hendaknya binatang ternak, seperti unta,
sapi, kambing, atau biri-biri.
ü Binatang yang akan disembelih tidak memiliki cacat,
tidak buta, tidak pincang, tidak sakit,
dan kuping serta ekor harus utuh.
ReplyDeletealhamdulillah bermanfaat sekali informasi mengenai kurban ini semoga bermanfaat.
This comment has been removed by the author.
ReplyDeletebanyak sekali manfaat untuk berqurban. salah satunya adalah menjalankan syariat agama islam
ReplyDeleteArtikelnya sangat bermanfaat kak, menambah wawasan saya. terimakasih untuk informasinya kak
ReplyDeletejika berkenan silahkan mampir di web kami
Pusat Layanan Aqiqah Jogja
alhamdulillah bisa copas makalah kaka
ReplyDeleteBoleh tau nama penulisnyaa nggak kak?
ReplyDeleteBismillah, ana copy pasti
ReplyDeleteMinta copy kak😅
ReplyDelete